Cerpen Anak: Jambangan yang Pecah

Cerpen Anak: Jambangan yang Pecah

Cerpen Anak: Jambangan yang Pecah - Jam istirahat. Tineke manggut-manggut mendengar cerita Yanti tentang jambangan bunganya yang pecah. Yanti menghela nafas panjang setelah selesai bercerita.
"Jadi kesimpulanmu bagaimana, Ke?" tanyanya.

"Kesimpulanku? Aku mana tahu. Yang baru kutahu, jambangan bunga kesayanganmu pecah setelah anak-anak pulang dari pesta ulang tahunmu. Begitu?" kata Tineke sambil membetulkan poninya.

"Betul! Tetapi aku tidak tahu siapa yang memecahkannya. Tahu-tahu jambangan itu sudah pecah," kata Yanti dengan suara yang sedih. Ia menyanyangi jambangan hadiah dari neneknya ketiuka setahun yang lalu ia berulang tahun.

"Siapa saja yang tinggal setelah pesta ulang tahunmu bubar?"

"Netti, Mira, dan Mujimah."

"Hmm... kalau begitu, biar nanti aku yang akan menanyai mereka."

"Oh, terima kasih, Ke. Kau memang teman yang baik," kata Yanti.

Gadis kecil berponi itu Cuma tersenyum. Masih ada sisa waktu sepuluh menit sebelum bel istirahat habis berbunyi.

Tineke pun mendatangi Mujimah dan mengatakan tentang jambangan bunga milik Yanti yang pecah itu.

"Sudah tentu aku tahu. Kan aku ada di sana."

"Kau tahu siapa yang memecahkannya?"

"Tidak. Setelah kami berfoto bersama, maksudku, Netti, Mira, dan aku, kemudian aku ke belakang mengambil minum. Jangan tanya ndulu, soalnya minuman di ruang tamu itu sudah habis. Waktu aku keluar tahu-tahu jambangan itu sudah pecah. Di sana juga sudah ada Netti dan Mira."

"Kalau begitu terima kasih ya, biar nanti aku bertanya pada Mira dan Netti."

"Mudah-mudahan ketemu, ya, siapa yang memecahkannya."

Tineke Cuma tersenyum. Keesokannya, ketika bel masuk belum berbunyi, ia menemui Netti yang sedang memasukkan tasnya ke kolong meja.

"Oh, jadi belum ketemu siapa yang memcahkannya, ya?"

"Belum. Kau tahu ?"

Netti tertawa. "Oh, sudah tentu tidak. Kasihan Yanti, ya? Aku tahu ia amat menyayangi jambangannya itu."

Tineke cuma tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Jam istirahat ia menemui Mira.

"Oh, soal siapa yang memecahkannya aku tidak tahu. Setelah kami berfoto bersama, aku langsung membantu Yanti memasukkan kado ke kamarnya. Memangnya mahal sekali jambangan itu, ya? Ah, kalau aku, sih, biarkan saja. Kenapa harus repot-repot mencari siapa yang memecahkannya. Yanti saja yang terlalu perasa!"

"Bukan begitu. Ia menyanyanginya, karena jambangan itu diberikan oleh neneknya ketika ia berulang tahun, "kata Tineke tersenyum.

Yanti yang melihat Tineke sudah selesai dengan Mira, langsung bertanya, "Kau sudah tahu siapa yang memecahkan jambangan itu, Ke?"

"Belum. Bagaimana kalau kita melihat hasil foto ulang tahunmu? Sudah selesai di cetak, kan?"

"O... tentu. Hasilnya bagus sekali loh, Ke. Kamu juga ada."

Siangnya, sementara Yanti sibuk menyiapkan minuman, Tineke sedang asyik melihat rekaman gambar saat ulang tahun Yanti berlangsung. Ia sudah menghubungi mamanya kalau ia pulang agak terlambat.

Dilihatnya gambar-gambar itu dengan senyum. Lucu-lucu sekali. Tiba saatnya pada gambar terakhir dari ketika anak yang disebutkan Yanti, Tineke lebih tekun memperhatikannya. Ia melihat gambar ketiganya difoto bersamaan. Jambangan itu masih ada.

Yanti keluar membawa minumna. "Bagus ya, Ke?" katanya.

"Ya," kata Tineke sambil tetap memperhatikan foto-foto itu. Lalu ia menghela nafas, "Aku tahu siapa yang memecahkan jambangan bungamu iyu."

"Oh, siapa, Ke?"

"Netti."

"Netti? Bagaimana kau bisa tahu?"

"Nah, gambar-gambar inilah yang bicara. Kau lihat sekarang, ada dua buah gelas di sana. O ya, siapa yang duduk di kursi itu?"

"Netti dan Mujimah."

"Tepat. Kau lihat gelas Mujimah lebih dekat dengannya, sementara gelas Netti lebih dekat dengan jambangan bunga itu. Kau lihat foto mereka bertiga, jambangan itu belum pecah. Dan kau lihat foto Netti yang ini..."

"Aku ingat, gambar itu adalah isi film yang terakhir. Mujimah yang memotretnya sementara Mira membantuku memasukkan kado ke kamar. Kemudian Mujimah menyusul."

"Wah, bagus sekali. Pada gambar ini jambangan itu belum pecah. Mungkin, setelah Mujimah memotretnya, Netti hendak meraih gelasnya dan tanpa sengaja tersenggol jambangan itu. Jambangan itu jatuh dan pecah. Tidak menimbulkan suara yang begitu keras karena jatuhnya ke permadani. Setelah jambangan itu pecah, Netti lalu ke kamar mandi karena ketakutan. Kenapa ia tidak segera menyusul kalian ke kamarmu, karena ia hendak menutupi kegugupannya. Nah, coba kau hubungi Netti dan katakan semua ini."

Yanti mendesah, lalu mengangkat gagang teeponnya, menghubungi Netti. Ia mengatakan apa yang dijelaskan Tineke. Didengarnya Netti menghela nafas berkali-kali, lalu didengarnya pula suaranya lemah, "Tineke benar, Yanti, aku yang memecahkan jambangan bungamu itu. Tetapi, aku tidak sengaja... Aku mau mengambil minumanku, kemudian tersenggol jambangan itu... Ya, ya... setelah jambangan itu jatuh, aku bergegas ke kamar mandimu. Sementara kulihat Mujimah menyusulmu ke kamar. Bukan, bukan maksudmu untuk melarikan tanggung jawab, tetapi aku takut kau marah bila aku berterus terang pada saat itu. Apalagi aku tahu kau amat menyayangi jambangan bunga itu. Kau pernah mengatakannya padaku. Oh, Yanti... aku minta maaf dan akan kuganti jambangan itu..."

"Sudahlah, Net. Terima kasih," kata Yanti yang merasa kasihan. Lalu ia meletakkan telepon, "Kau benar. Netti mengaku."

"Ya, sudah. Aku mau makan siang."

"Aku juga."

- T A M A T -